Sabtu, November 22, 2008

Wahai Jiwa Yang Gelisah

Wahai jiwaku yang gelisah
Sampai kapan kau akan membuatku terus begini
Bergumul dengan angan - angan yang tak pasti
Berkutat dalam lingkaran pusaran waktu
Berkutat dalam celotehmu
Yang sudah kubilang aku tak pernah mengerti

Wahai jiwaku yang tak pernah lelah berkelana
Sudikah kauijinkan aku tuk beristirahat sejenak
Meletakkan semua luka yang mendera
Dalam pencarian kasih sayang tak bertepi ini
Kurang ajar, shit, kau malah tertawa

Demi rinduku pada sebuah bayangan
Dimana anganku hangat bersandar
Demi resahku pada sebuah harapan
Tempat aku singgah ketika lelah dan kalah
Demi sebuah mimpi yang terus bergentayangan
Yang memaksaku tidur tanpa pejamkan mata

Tak kuasa untuk berlari
Dari semua yang membuatku melolong sepi
Dari semua yang membuatku bersimpuh nyeri
Sendiri...

Puisi Demi Puisi Kosong

Kenapa tangan ini tak mau berhenti merangkai puisi
Membuang waktuku
Membuai benakku ke alam tak tentu
Semua hal yang tak pernah ada maknanya

Kenapa jendela jiwaku tak kunjung terbuka
Membiarkan cahaya alam masuk menghangati
Menyinari sudut - sudut gelap yang sepi
Yang dingin dan tak pernah mau mengerti

Seonggok puisi - puisi usang sudah lapuk dimakan usia
Di rongga - rongga batinku yang menjerit minta diisi
Pengertian dan kasih sayang
Seperti anak kecil yang bingung mencari jalan pulang
Aku termangu
Untuk apa aku merajut puisi lagi ...?

Terbangun dari lelahku
Angin utara menerpaku
Mengeringkan semua cairan di syarafku
Menyedot lagi semua kesadaranku
Dan, seperti air sungai yang mengalir
Puisi kosong itu muncul lagi...

Mungkin memang sudah takdirku
Untuk terus menulis puisi
Sampai akhir waktuku nanti...

( Palembang, 22 november 2008, teriring salam untuk Gola Gong, untuk Balada Si Roy-nya, yang menginspirasi masa mudaku, untuk membuatku jadi tolol seperti ini... )

Ke Rumah Tuhan

Di tengah gersang jiwaku, termangu aku mencari kata "pulang"
Rumah ?
Pulang ?
Belum pernah kurasakan hangatnya pulang

Ya, pulang
Ke rumah Tuhan
Kesanalah aku akan pulang...

MAE 1

Masihkah engkau disitu
Memandangi tulisan - tulisanku
Yang kutorehkan semampuku
Dengan tetes - tetes anyir darahku

Masihkah engkau disitu
Menerawang enggan ke masa lalu
Tempat dimana semua langkahku terhenti
Tertambat ribuan kata
Yang dulu pernah kauucapkan padaku

Masihkah engkau disitu
Harusnya aku benci untuk mengucap rindu
Tapi kehidupan berikutnya masih menunggu
Di kehidupan setelah kehidupan ini
Untuk sekeping ketidakpuasan sejarah di masa lalu
Aku akan mencarimu...

Beribu Peristiwa Akan Kaulalui...

Anakku
Beribu peristiwa akan kaulalui
Beribu hikmah akan kauresapi
Dalam hidup ini memang banyak yang tak pasti
Kuhitung jumlahnya sejuta, tapi ternyata itu cuma sebagian kecil dari kumpulan mereka
Yang bersembunyi di dalam rongga - rongga gelap jiwamu

Godaan ujian dan cobaan sudah pasti akan menghampirimu
Ketika kau berhasil menyelesaikan satu maka janganlah cepat tersenyum
Karena yang kedua akan datang bersama yang nomor tiga, empat, dan seterusnya
Tapi, tetaplah tegar, seberat apapun itu
Karena aku tak akan membiarkanmu sendiri
Dalam setiap langkahmu, bayanganku kan slalu mengiringi
Mengantarmu
Membesarkan hatimu
Membasuh perih lukamu
Sampai kau mampu menapaki
Jalan - jalan dingin gelap dan sunyi seorang diri...

Awanku Tebal

Awanku tebal
Mendungku besar
Mengaca pada jendela
Jiwa rapuh yang berkelana

Mampukah kau menjadi diriku
Yang diperbudak sepi karena tak mau keji
Tak bisa membunuh bayangan yang selalu menghantui
Berharap dia mengerti dan selalu ada disini

Mungkin kaubilang aku ini sapi
Mungkin kaubilang aku ini mimpi
Mungkin kaubilang aku ini tak bisa menyadari
Tapi akan kuberikan padamu satu kata yang paling tepat untuk kausemburkan padaku
Aku ini orang yang sudah mati
Ada di hamparan padang pasir sunyi yang tak bertepi

Lalu aku bertanya pada sapi
Siapakah yang bisa mengerti ?
Dia tak mengerti
Aku menatap ke sebuah batu, berharap dia menyelaku
Tapi diapun juga tak mengerti
Lalu entah kenapa angin dari Surga berhembus di telingaku
Ya, sekarang aku tahu pasti
Yang bisa mengerti
Ternyata cuma diriku sendiri...

Air Mata Adalah Jembatan

Air mata adalah sebuah jembatan
Menuju istanamu yang telah lama menantimu
Menyeret semua perih lukamu
Diringi alam yang bersaksi
Atas kuatnya jiwa yang rapuh
Menahan semua keras peristiwa

Sungai yang diseberangi adalah sebuah cermin tanpa bingkai
Yang menampar jiwamu agar tersadar
Bahwa semua perjalanan akan mampu dilalui
Selama ada doa
Selama ada ikhlas
Selama ada tabah
Selama ada jiwa lurus yang tenang

Semua anugrah dan kasih sayang
Bagi mereka yang pipinya tak pernah kering terlewat air mata
Tapi hati kecilnya selalu berkata
Air mata hanyalah sebuah jembatan... kehidupan...